Langsung ke konten utama

BUDAYA LITERASI DI SEKOLAH DAN ERA GLOBALISASI



GLOBALISASI LITERASI DAN PERMINTAAN KEBIJAKAN BUDAYA

Arus globalisasi modal, barang, jasa, teknologi, informasi, dan komunikasi yang semakin meningkat memperlemah kendali pemerintah atas waktu dan ruang. Berbagai identitas, mengambil kendali pemerintah melalui penyebaran tradisi dan sejarah yang memungkinkan pembangunan identitas nasional diketahui oleh tantangan. Selama globalisasi budaya, kita dihadapkan dengan tema dan masalah yang belum pernah terjadi sebelumnya di alam budaya.

Sebuah studi baru tentang keaksaraan sebagai masalah umum di mana pemerintah nasional di satu sisi, dan yang lainnya oleh budaya globalisasi melalui berbagai alat komunikasinya, yang berarti mereka berusaha menantang dan masing-masing berusaha untuk menawarkan nilai-nilai budaya mereka. Pemerintah, tergantung pada sifat kapasitas dan kekuasaan untuk politisi dan kebijakan budaya mereka, mereka juga menggunakan monopoli kekuasaan yang sah untuk merumuskan dan memaksakan kebijakan di dalamnya kepemilikan dan alasan serta tujuan cukup untuk membuat fitur yang penting.

Kebijakan budaya dalam arti luas bahwa kebijakan tersebut dapat menjadi bagian dari kebijakan publik dalam arti sempit dan dalam pengertian luas diperiksa. Posisi logis dan rasional dalam menghadapi globalisasi budaya sedang dipertimbangkan kepentingan dan keamanan nasional. Apa yang disebut sebagai kebijakan budaya dan pemerintahan di berbagai tingkatan, di Indonesia sebagian besar pemerintah demokratis dan sistem politik mengontrol keteraturan pengaruh budaya asing melintasi batas-batas nasional.

Dunia dalam dua dekade terakhir gagal mematuhi fenomena baru pendidikan buta huruf perubahan global di satu sisi dan sebagai masalah melihat fenomena pelatihan berkelanjutan sepanjang kehidupan orang menghadapi, situasi ini di negara-negara berkembang dan negara-negara dengan sumber daya alam yang besar, utama investasi dalam modal manusia, membangun masyarakat berbasis pengetahuan yang dibuat tidak perlu lebih parah.

Di negara-negara ini, ekonomi yang didasarkan pada ekspor sumber daya alam seperti sewa minyak telah stabil; ini spesifikasi mungkin negara yang sangat kaya, tetapi tidak ada ekonomi pasca-industri yang keragaman pekerjaan, social kompleksitas, penyebaran pengetahuan dan otonomi manusia dengan janji demokrasi untuk tidak dibawa mereka (Inglehart & Welzel, 2010, hlm. 78).

Perlu dicatat di negara-negara tersebut suatu studi baru mengenai literasi dan kebijakan yang berkaitan dengan fenomena dan sebagai yang baru dan kontrol gerak yang lebih fleksibel dengan maju, berjangka, dengan mempertimbangkan perbedaan budaya menjaga koherensi internal adaptasi eksternal dengan perubahan global dan kebijakan penggunaan lahan model Aborigin dengan dua efek simultan, penggunaan sarana pendidikan modern, kampanye kesadaran dan penggunaan pendidikan literasi media dan kelompok multikultural yang dipengaruhi oleh asumsi dasar dan partisipasi semua komunitas di Indonesia sesuai dengan budaya kelompok mereka menuju sinergi budaya dan mendapatkan pembangunan berkelanjutan pada satu tangan dan untuk mencegah invasi budaya mendorong fenomena struktur luar dan melek huruf non-Aborigin, tanah terjamin, akhirnya mencapai janji demokrasi di masyarakat.

A. F. K. A. (9J/05)


BUDAYA LITERASI 

Budaya literasi itu pada awalnya memang sudah penting dalam kesehidupan sehari-hari untuk meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah. Dan literasi itu sendiri adalah istilah umum yang merujuk kepada seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. 

Dan dengan literasi ini kita dapat menghadapi masalah yang ada dan salah satunya adalah globalisasi. Dan globalisasi itu sendiri adalah proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Lalu karena dalam globalisasi ini terjadi pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya dan ini terjadi dalam internet maka dibutuhkannya literasi yang baik untuk mengahadapi globalisasi. Dengan literasi kita dapat menghadapi atau menyaring segala sesuatu yang datang karena globalisasi seperti informasi, barang,dl yang ada di internet. 

Dengan dapat menyaring informasi,dll kita dapat mengambil hal hal-hal baik yang ada di internet dan menghindari hal-hal buruk yang ada dalam internet. Dan contoh hal buruk yang ada dalam internet adalah berita bohong atau yang dapat disebut dengan hoax dan ada juga tipuan dalam jual beli di internet

Dengan dapat menyaring berita yang benar dan salah  ini kita dapat menghindari kekacauan yang terjadi karena salah informasi danendapatkan ilmu yang benar. Dalam kegiatan jual beli di internet kita dapat membeli barang yang kita inginkan dengan hanya mengclick sesuatu di internet dan karena kemudahan itu dapat membuat kita bukannya mendapatkan benda yang kita inginkan melainkan tertipu. Seperti barang yang datang berbeda atau barang tidak pernah datang dan kita telah membayar. Karena itu kita perlu membudayakan litersi, dengan litersi kita dapat menggunakannya untuk mengetahui asli atau tidak atau  setidaknya dapat mencari tau apakah itu asli atau tipuan jadi kita tidak akan terkena tipuan di internet.

Walaupun literasi sangat dibutuhkan dalam menghadapi globalisasi tetapi di Indonesia sendiri malah mengalami krisis literasi. Hal ini dapat kita ketahui dari kutipan berikut yang diambil dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/30/tingkat-literasi-indonesia-masih-rendah "Tingkat literasi pelajar-pelajar di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan pelajar dari negara-negara lainnya. Ini tercermin dari skor literasi Programe for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang berada di kisaran 400. Indonesia pada survei 2015 berada di peringkat ke-62 dari 72 negara yang disurvei. Kompetensi membaca pelajar Indonesia menurut hasil survei PISA 2015 meraih nilai 397, angka ini jauh di bawah  rata-rata OECD sebesar 493. Demikian pula skor kompetensi matematika hanya 386, tertinggal dari rata-rata OECD sebesar 490. Skor kompetensi sains sebesar 403 juga di bawah rata-rata OECD sebesar 493."


 

Jadi dapat dikatakan jika Indonesia belum begitu siap dalam menghadapi globalisasi dan perlu dibudayakan kebisaan membaca untuk meningkatkan literasi masyarakat Indonesia.

B. W. D. W (9J/06) 


BUDAYA LITERASI DI ERA GLOBALISASI 

Generasi muda Indonesia harus membekali diri dengan kompetensi pengetahuan informasi yang banyak dalam berabagai aspek kehidupan. Selain kompetensi pengetahuan yang baik, juga perlu mempersiapkan kompetensi dalam berkomunikasi karena pasar ASEAN ini menutut kita dapat berbahasa asing terutama bahasa Inggris. Selain itu, tenaga kerja perlu meningkatkan kedispilinan serta menanamkan budaya kerja yang baik dengan membiasakan diri dalam memproduksi ide yang kreatif dan baru agar dapat bersaing dengan pekerja asing. Dengan mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan yang ketat di era MEA ini masyarakat melalui pemudanya mampu mendapatkan manfaat yang menyejahterakan.

Persaingan global menjadi sebuah tantangan yang tercipta seiring perkembangan zaman. Tantangan tersebut dapat dijawab melalui penguasaan literasi dalam segala aspek kehidupan yang menjadi tulang punggung kemajuan peradaban bangsa. Tidak mungkin menjadi bangsa yang besar dan dapat bersaing dalam kancah internasional, apabila hanya mengandalkan budaya oral yang mewarnai pendidikan. Untuk itu, literasi harus menjadi budaya yang ditanamkan sejak dini sehingga menghasilkan para kompeten yang mampu memahami, melibati, menggunakan, menganalisis, dan mentrasformasikan informasi yang ada. Hal tersebut dapat menjadikan seseorang mampu mengenali dan mengembangkan potensi diri sebagai upaya meningkatkan kualitas diri sehingga mampu bersaing dalam kancah internasional.

Di Indonesia, mudahnya akses pendidikan di kota sayangnya tidak mencerminkan kondisi yang sama dengan kondisi yang ada di daerah-daerah pelosoknya. Sekolah-sekolah merajarela di kota, sebagian besar dilengkapi dengan fasilitas serba canggih guna menunjang kegiatan pendidikan, namun tak jarang teknologi tersebut hanya dibiarkan sebagai pajangan tanpa pernah terpakai. Pendidikan memang memiliki peran penting dalam era yang serba cepat ini, namun bila tidak diikuti dengan kemampuan berliterasi yang memadai, bukanlah tidak mungkin di beberapa dekade selanjutnya Indonesia akan tertinggal jauh dalam bidang informasi dan teknologi dengan negara-negara tetangga.

Gerakan literasi guna meningkatkan minat baca masyarakat dapat menjadi alternatif solutif di tengah masifnya paparan miring globalisasi. Sebagaimana dalam berbagai pandangan teoritisi globalis bahwa dalam dunia yang datar saat ini, tidak ada lagi batas sekat antara desa dan kota. Karena teknologi informasi dan jaringan internet telah berinfiltrasi dalam setiap aktivitas kehidupan manusia. Realitas sosial tersebut yang kemudian disebut dengan istilah global village atau cyber society

Hasil gambar untuk budaya literasi di era globalisasi
Eksistensi teknologi menjadi sebuah keniscayaan dalam kehidupan masyarakat di era global. Begitu sentralnya peran dan fungsi teknologi bagi generasi masa kini, maka konsep kebutuhan pokok (basic needs) yang hanya mengelaborasi kebutuhan sandang, pangan dan papan tentu menjadi hal klasik. Lebih dari itu, teknologi telah bertransformasi menjadi objek yang lebih monumental dalam membentuk identitas masyarakat global (global identity). Teknologi tidak sekadar menjadi alat dan pelayan manusia (tools and human services), tetapi secara konstruksionis---seperti teori yang dikemukakan oleh Peter L. Berger---telah merepresentasikan status sosial-ekonomi personal yang mengelaborasi gengsi sosial (social prestige) masyarakat secara universal. Derasnya proses produksi teknologi yang signifikan terhadap dorongan arus adopsi, justru terjustifikasi oleh eksistensi industri media massa yang semakin kapitalistik. Hal ini membuat rasa konsumsifitas publik terus terpapar secara massif dan sistemik.

Pada dasarnya, mungkin banyak orang berpikir bahwa membaca hanya akan menghabis waktu dengan percuma dan tidak bermanfaat, sehingga mereka berpikir lebih baik melakukan aktivitas yang lain dari pada membaca. Padahal dengan membaca kita dapat menambah wawasan serta ilmu pengetahuan untuk memperkaya intelektual, terutama di era globalisasi ini.

Globalisasi sendiri adalah suatu proses tatanan masyarakat dunia yang tidak mengenal batas wilayah dan menghubungkan antara masyarakat di suatu negara dengan masyarakat di negara lainnya diseluruh dunia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di dunia juga mengalami dampak dari pesatnya pengaruh globalisasi. Sebagaimana yang terjadi di negara lain, globalisasi memberi pengaruh terhadap tatanan kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan memahami mengenai pentingnya budaya literasi dalam era digitalisasi ini, diharapkan masyarakat Indonesia dapat menanggapi arus globalisasi dengan positif dan selektif kedepanny

S. F. (9J/33)



BUDAYA LITERASI DI LINGKUNGAN SEKOLAH

Berbicara tentang membaca saat sekarang ini utamanya di negara kita indonesia sangatlah kurang digemari. Pasalnya banyak anak sekolah pada hakekatnya tidak termotivasi di dalam membaca. Mereka lebih memilih bermain dari pada membaca. Mereka menganggap bahwa membaca itu biasa-biasa saja, tidak ada gaya tarik di dalamnya terutama ketika mereka melakukan proses belajar mengajar disekolah.

Hasil gambar untuk budaya literasi DI SEKOLAH


Sebagai sebuah budaya, Literasi bermula dari kemampuan yang terdapat pada tiap individu dalam sebuah komunitas, seperti seorang siswa dalam suatu sekolah. Siswa yang literasi akan memiliki kesenangan atau kegemaran terhadap aktivitas baca-tulis, sehingga dalam pertumbuhan dan perkembangan melalui pembiasaan, penkembangannya ataupun pembelajarannya. Kemampuan tersebut akan menjadi kebiasaan yang membentuk suatu pola kemampuan literasi antara satu siswa dan siswa lain, sehingga bukan lagi sekadar kemampuan tunggal, melainkan kemampuan masyarakat, komunitas, atau warga sekolah. Oleh karena itu, budaya literasi adalah sesuatu yang lebih luas dan yang lebih penting daripada sekadar keterampilan teknis membaca dan menulis yang bersifat individualistis.

Ada beberapa manfaat yang bisa kita dapatkan dari hasil membaca. Yakni : Dengan membaca, kita bisa mendapatkan informasi dan pengetahuan. Misalnya membaca koran atau majalah. Membaca juga kita bisa mendapatkan hiburan seperti halnya apabila kita membaca Cerpen, novel. Dengan membaca mampu memenuhi tuntutan intelektual, meningkatkan minat terhadap suatu bidang, dan mampu meningkatkan konsentrasi.

Gerakan Literasi sekolah membudayakan membaca dan menulis. Budaya membaca dan menulis sebenarnya telah lama dicontohkan oleh para pendahulu sebelum kita karena membaca dan menulis adalah tanda kemajuan sebuah peradaban dunia. Gerakan literasi merupakan salah satu program yang harus dilaksanakan sekolah sekarang ini, karena tugas guru selain mendidik juga mengiatkan gerekan literasi baca tulis di sekolah mereka.



Tahap perkembangan anak dalam membaca dan menulis sifatnya saling beririsan antar tahap. Memahami tahap perkembangan literasi dapat membantu sekolah untuk memilih strategi pembiasaan dan pembelajaran literasi yang tepat sesuai dengan kebutuhan perkembangan siswa. Sekolah yang menerapkan  program literasi berimbang menyadari bahwa setiap siswa memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Sehingga diperlukan berbagai strategi membaca dan jenis teks yang bervariasi pula.

Salah satu cara untuk mengembangkan budaya literasi dengan pembelajaran membaca dengan menggunakan pendekatan proses. Kegiatan membaca dapat diajarkan kepada anak dengan pendekatan proses yang meliputi beberapa tahapan membaca, yaitu tahapan persiapan membaca, kegiatan membaca, tahap merespon, tahap mengeksplor bacaan dan tahapan memperdalam interpretasi. Dengan pembelajaran membaca dengan pendekatan proses, kemampuan membaca siswa sekolah dasar akan meningkat dan budaya literasi terbangun baik pada anak sejak usia dini. Pendekatan proses ini juga telah diterapkan di beberapa sekolah di Indonesia.

S. A. C. (9J/34)



Komentar